Kerajaan Pagatan
Kerajaan Pagatan
Kerajaan
Pagatan (1775-1908) adalah salah satu kerajaan [bekas daerah otonomi di dalam
negara Banjar] yang pernah berdiri di wilayah Tanah Kusan atau daerah aliran
sungai Kusan, sekarang wilayah ini termasuk dalam wilayah Kabupaten Tanah
Bumbu, Kalimantan Selatan. Wilayah Tanah Kusan bertetangga dengan wilayah
kerajaan Tanah Bumbu (yang terdiri atasnegeri-negeri: Batu Licin, Cantung,
Buntar Laut, Bangkalaan, Tjingal, Manunggul, Sampanahan).
Penguasa
Kerajaan Pagatan disebut Arung (bukan Sultan), Belanda menyebutnya de Aroeng
van Pagattan[2]. Permukiman Pagatan didirikan oleh Puana Dekke (La Dekke),
seorang imigransuku Bugis atas seijin Sunan Nata Alam atau Panembahan Batuah
dari Dinasti Tamjidullah I. Negeri Pagatan kemudian menjadi sekutu Sunan Nata
Alam untuk menghabisi rival politiknya yaitu Sultan Amir bin Sultan
Muhammadillah (keturunan Sultan Kuning) yang menuntut tahta Kesultanan Banjar
dengan dukungan Arung Turawe (Gusti Kasim) beserta pasukan Bugis-Paser. Atas
keberhasilan mengusir Sultan Amir dari Tanah Kusan, La Pangewa/Hasan Pangewa,
pemimpin orang Bugis Pagatan, dilantik Sultan Banjar sebagai kapitan (raja)
Pagatan yang pertama sekitar tahun 1784 dengan gelar Kapitan Laut Pulo.
Kerajaan
ini semula merupakan sebagian dari wilayah Kesultanan Banjar selanjutnya
menjadi bawahan Hindia Belanda, karena diserahkan kepada pemerintah Hindia
Belanda dalam Traktat Karang Intan. Menurut Staatblaad tahun 1898 no. 178,
wilayah kerajaan ini merupakan "leenplichtige landschappen" dalam
Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe.
Wilayah
Pusat
pemerintahan di kota Pagatan ibukota Kecamatan Kusan Hilir, Tanah Bumbu,
Kalimantan Selatan.
Sejarah
Wilayah
tenggara Kalimantan semula merupakan satu wilayah Kerajaan Tanah Bumbu yang
diperintah oleh keturunan Sultan Banjar dengan pusat kerajaan kemungkinan
dahulu terletak dekat perbatasan Kerajaan Pasir yaitu di negeri Cengal
(Pamukan) seperti halnyaKerajaan Kotawaringin yang berdiri dekat perbatasan
Kerajaan Tanjungpura. Raja Kerajaan Tanah Bumbu yang terkenal adalah Ratu Intan
I, dalam perkembangannya kemudian terbagi menjadi beberapa kerajaan kecil atau
kepangeranan, karena rajanya hanya berhak bergelar Pangeran atau Ratu seperti
gelar putra/putri Sultan Banjar, karena sebenarnya wilayah tersebut merupakan
cabang Kesultanan Banjar yaitu keturunan Pangeran Dipati Tuha bi Sultan Saidullah.
Belakangan juga berdiri beberapa kerajaan kecil seperti Kerajaan Kusan,
Sabamban, Batoe Litjin, Poelau Laoet dan Kerajaan Pagatan yang diperintah oleh
keturunan Dinasti Tamjidullah I dan sekutunya. Kalau dilihat luas wilayahnya,
semua kerajaan-kerajaan ini dapat disamakan dengan sebuah lalawangan (distrik)
yang ada di Kesultanan Banjar pada kurun waktu yang sama.
Daerah
Pagatan baru ada sekitar tahun 1750 dibangun oleh Puanna Dekke', hartawan asal
Tanah Bugis tepatnya dari daerah Kerajaan Wajo, Sulawesi Selatan. Puanna Dekke'
berlayar menuju Kesultanan Pasir, hatinya tidak berkenan sehingga menyusuri
Kerajaan Tanah Bumbu (sekarang Kabupaten Kotabaru) dan belum menemukan daerah
yang dapat dijadikan permukiman sampai dia menemukan sungai yang masuk dalam
wilayah Kesultanan Banjar. Selanjutnya bertolaklah Puanna Dekke' menuju
Banjarmasin untuk meminta izin kepada Sultan Banjar (1734) yaitu Panembahan
Batu untuk mendirikan pemukiman di wilayah tersebut, yang kelak menjadi
Kerajaan Pagatan. Pada akhirnya wilayah Kerajaan Pagatan dan Kerajaan Kusan
disatukan menjadi semacam federasi dengan sebutan Kerajaan Pagatan dan Kusan
dan rajanya disebut Raja Pagatan dan Kusan.
Komentar